Di negeri ini, banyak orang bicara soal regenerasi. Tapi sedikit yang sungguh-sungguh menyiapkan pemimpin baru. Kita sering terjebak pada wajah-wajah lama, pada nama-nama yang terus mengisi panggung, namun enggan memberi ruang bagi mereka yang tumbuh dan ditempa oleh badai zaman.
Saya ingin menyebut satu nama: Andika Hazrumy.
Saya tidak menulis ini karena kagum buta. Saya bukan penonton dari kejauhan. Saya pernah duduk satu meja dengannya, pernah terlibat dalam strategi pemenangan politiknya, berdiskusi panjang soal arah dan masa depan. Saya menyaksikan langsung bagaimana anak muda ini bekerja dalam diam, belajar dari kekalahan, dan terus bertahan di tengah tudingan yang tidak pernah berhenti.
Andika bukan politisi yang jadi karena panggung. Ia bukan tokoh instan yang dibentuk oleh pencitraan. Ia adalah anak muda yang tumbuh dalam sistem, bergulat di dalamnya, dan membuktikan dirinya pelan-pelan.
Semua orang tahu siapa ibunya: Ratu Atut Chosiyah. Tapi dosa masa lalu bukanlah warisan yang sah. Tidak adil jika seseorang terus dihukum oleh sejarah yang tidak ia ciptakan. Kalau bangsa ini mau berubah, maka kita harus berani menilai orang dari pikirannya, langkahnya, dan keberaniannya. Bukan dari nama keluarganya.
Saya tidak sedang membela. Saya hanya sedang jujur.
Hari ini, tanggal 3 Mei, Musyawarah Daerah Partai Golkar Banten sedang dilaksanakan. Sebuah momentum penting untuk menentukan arah dan wajah baru kepemimpinan partai ke depan. Dan di tengah dinamika itu, saya ingin menyampaikan satu harapan.
Saya, Nurjaya Ibo, bukan anggota Partai Golkar. Saya bukan pengurus, bukan kader, bahkan bukan simpatisan formal. Tapi saya adalah orang Banten. Saya adalah anak muda yang punya mimpi tentang perubahan di tanah kelahiran saya. Dan harapan ini saya tuliskan bukan karena kepentingan politik, tapi karena cinta saya pada daerah ini. Saya ingin Banten dipimpin oleh orang yang bisa membawa harapan, bukan sekadar melanjutkan kekuasaan.
Pemimpin Muda yang Tidak Membangun Sekat
Satu hal yang jarang dibicarakan orang tentang Andika adalah caranya menyapa rakyat.
Ia tidak membangun tembok. Ia tidak menciptakan jarak. Ia menyapa dengan tangan terbuka dan hati yang lapang. Ia datang ke pasar, berbincang dengan ibu-ibu tentang kebutuhan pokok. Ia masuk ke pemukiman nelayan, mendengarkan soal hasil tangkapan dan harga solar. Ia duduk bersama pemuda kampung, bertukar cerita tentang masa depan.
Tidak ada ajudan yang membatasi. Tidak ada protokoler yang membungkam. Ia hadir sebagai manusia, bukan sebagai pejabat.
Dan justru di sanalah kekuatannya. Ia tidak perlu berteriak soal keberpihakan, karena ia benar-benar hadir dan mendengarkan. Dan itulah yang jarang dimiliki banyak politisi hari ini.
Golkar Banten Butuh Energi Baru
Partai Golkar di Banten sedang berdiri di persimpangan. Di satu sisi, ia punya sejarah panjang dan struktur yang solid. Tapi zaman menuntut kecepatan, ketegasan, dan semangat baru.
Kepemimpinan Bu Tatu Chasanah telah memberi stabilitas. Tapi partai ini tidak boleh terus berjalan dengan ritme lama.
Golkar Banten butuh penyegaran. Dan bukan sekadar mengganti wajah, tapi mengganti cara pandang.
Andika adalah tokoh yang bisa menjembatani generasi lama dan baru. Ia paham struktur partai, tapi juga tahu bagaimana bicara kepada rakyat. Ia bisa menggerakkan kader muda tanpa memutus mata rantai nilai-nilai yang sudah dibangun.
Menjadikannya sebagai Ketua DPD Golkar Banten bukan hanya soal suksesi. Ini adalah langkah strategis untuk menyiapkan masa depan. Untuk menjadikan Banten sebagai lumbung kader, bukan hanya lumbung suara.
Menyiapkan Masa Depan dari Langkah Hari Ini
Kalau hari ini kita bertanya siapa pemimpin nasional yang sedang tumbuh dari Banten, maka saya akan menyebut nama Andika Hazrumy.
Bukan karena dia anak siapa. Tapi karena dia telah membuktikan dirinya sebagai pribadi yang mau belajar, mau mendengar, dan mau bekerja. Ia tidak memilih jalan pintas. Ia memilih jalan sunyi yang panjang. Ia tidak sibuk memburu pujian. Ia sibuk merawat kepercayaan.
Menjadikan Andika sebagai Ketua DPD Golkar adalah upaya untuk menyiapkan masa depan dari sekarang. Dari Banten, dari rumah partai, dari gerakan yang membumi.
Dari Banten, Kita Kirim Harapan ke Indonesia
Banten tidak boleh hanya dikenal karena masa lalunya yang penuh gejolak. Kita juga harus dikenal karena berani menyiapkan pemimpin masa depan. Andika bukan penyelamat. Tapi ia bisa jadi penanda bahwa politik yang lebih jujur masih mungkin dijalankan.
Saya tidak sedang memuja. Saya hanya menyampaikan apa yang saya tahu. Karena saya pernah menyentuh perjuangannya. Saya pernah melihat langkah-langkahnya. Dan saya tahu, ia tidak sekadar tampil—ia hadir.
Kalau bangsa ini ingin tumbuh, kita harus mulai berkata: anak muda juga bisa. Anak dari sejarah kelam pun tetap bisa menciptakan masa depan yang terang.
Andika Hazrumy adalah bukti. Dari tanah Jawara, kita sedang menyiapkan pemimpin. Bukan untuk duduk di kursi kekuasaan, tapi untuk menyambung harapan dan bekerja dengan hati.
Dan kepada seluruh kader muda Partai Golkar, hari ini adalah waktumu untuk menunjukkan keberanian. Bukan dengan perlawanan, tapi dengan pilihan. Bukan dengan menunggu, tapi dengan bergerak. Jadikan Musda ini bukan sekadar forum formalitas, tapi tonggak perubahan. Kalau kita ingin partai ini kembali kuat di hati rakyat, maka biarkan ia dipimpin oleh mereka yang dekat dengan rakyat.
Saya menulis ini bukan dari dalam ruang kekuasaan. Saya menulis ini dari ruang harapan. Dan di ruang itu, saya melihat Andika Hazrumy bukan sebagai anak dari siapa-siapa, tapi sebagai harapan yang layak kita perjuangkan bersama.
Nurjaya Ibo
-Anak Seorang Buruh Tani, Manusia Indonesia yang percaya bahwa kekuasaan ada untuk melayani rakyat kecil, bukan panggung cari nama.