Pandeglang – Banten | Hal yang biasa terjadi, setiap ada pemilihan Kepala Desa dimanapun dan Kapanpun, pasti akan muncul sebuah kelompok yang menganut paham atau aliran pucuk Awi (Pucuk Bambu) tidak sesat memang, tetapi tanpa disadari, penganut aliran itulah yang tengah menyesatkan dirinya sendiri.
Kenapa disebut aliran Pucuk Awi ?! apakah hal itu bagian dari sekte,atau sempalan,atau Mazhab,atau sudut pandang,atau sebuah bentuk kepercayaan,yang terjadi di era Corona ini.ternyata tidak sejauh yang diterka,diterangkan dalam pribahasa Sunda “Lir ibarat Pucuk Awi” artinya kemana angin bertiup disitu pasti ia ikut.Lebih jelasnya adalah Orang yang tidak memiliki pendirian.yang penting Maju tak gentar membela yang bayar.
Akan tetapi tidak semua calon pemilih Kepala Desa,menganut paham Pucuk Awi.Karena Pribahasa Sunda yang lain masih di anut oleh sebagian massa yang lainnya.Contohnya “Buruk – buruk Papan Buruk.” (Maaf seharusnya Buruk – buruk Papan jati.red) artinya Hade goreng geh (Calon Kepala Desa)dulur sorangan.
Antara Pucuk Awi dan Papan Jati.sebenarnya sah-sah saja di pesta Demokrasi lokal ini.sebab yang disebut Pesta, Semua harus suka cita, semua harus gembira,semua harus senang,tidak boleh ada Isak tangis,tidak boleh ada Air mata, apalagi jerit histeris.
Pertanyaan penulis, seandainya pembaca harus memilih,mana yang akan di contreng. Apakah pucuk Awi, Apakah Buruk – buruk Papan Jati.atau apakah akan mengikuti aliran lain,yang konteksnya pada isi perut yaitu ” Buruk-buruk Cangkaruk.Oke Kita tunggu 8 Agustus mendatang, dengan terpilihnya Kepala Desa oleh massa pemilih,semoga kita tidak makan Cangkaruk *** (Red)